PENGENALAN TAFSIR
Terjemahan kitab Abu al-Qasim
al-Zahrawi (936 – 1013)
A. Muqaddimah
Kita tahu, bahwa tafsir merupakan
salah satu jalan untuk memahami kitab yang diturunkan Allah kapada nabi
Muhammad SAW yang tercinta. Sangat mustahil seseorang akan paham Alqur’an
secara kamil kalau tidak tahu tentang tafsir. Sebelum melangkah lebih dalam
tentang tafsir Alqur’an, ada beberapa hal yang harus di pahami terlebih dahulu,
diantaranya harus paham dulu apa itu tafsir, Al-qur’an dll. Dengan ini
dipaparkan sedikit untuk bisa kita melangkah lebih jauh tentang tafsir
Al-qur’an.
Awalnya, Al Quran turun secara
berangsur-angsur selama lebih dari 22 tahun sebagai intruksi Allah atas Nabi
serta ummatnya. Kadang, turunnya Al Quran sebagai reaksi atas sebuah fenomena atau
permasalahan riil saat itu. Oleh karena itu, dalam Al Quran banyak di dapati
hal-yang berhubungan dengan aktifitas dan keperluan manusia baik didunia
apalagi di akhirat.
Dan Al Quran merupakan sumber
terpenting sebagai rujukan utama ilmu-ilmu bahasa, sastra,dan bahkan melahirkan
ilmu sosial dan dasar-dasar administrasi tata Negara[1].
B. Defenisi tafsir
Tafsir menurut bahasa adalah
penjelasan dan penerangan[2], didalam lisanun arab tafsir menurut bahasa adalah
penjalasan[3],dengan tujuan menjelasan sesuatu yang kurang paham.
Sedangkan menurut istilah ulama
sangat banyak mendefenisikannya diantanya sebagai berikut :
Menurut Abadullah Azzarkasyi dalam
kitabnya ulumul qur’an, : tafsir adalah suatu ilmu untuk mengetahui dan
memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan menjelaskan
makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmahnya, dan cocok dengan
ilmu lughah dan ilmu nahwu dan sharaf ilmu bayan dan ushul fiqih dan ilmu
qira’at dan asbabunuzul dan nasikh dan mansukh[4].
Menurut imam Assayuti,: tafsir
adalah suatu ilmu yang menjelaskan makna-makna Alqur’an dan menerangkan secara
umum lafaz yang sulit dan selainnya dan bentuk makna yang nyata dan selainnya
[5].
Menurut Muhammad Abdul ‘azim
azzarqni,: tafsir adalah suatu ilmu yang membahas tentang Alqur’anulkarim dari
segi dalil-dalilnya terhadap apa yang dimaksud oleh Allah ta’la sesuai dengan
kemampuan manusia[6]
Dari beberapa definisi diatas dapat
kita simpulkan bahwa tafsif adalah suatu ilmu yang mengkaji dan membahas
Alqur’an dan mencari hikmah-hikmah yang terkandung dalam Alqur’an.
Defenisi takwil
Menurut bahasa,Takwiil diambil dari
kata al-awala dengan makna kembali [7]
Didalam kamus Al-muhit,: awwalul
kalam takwiilan dan takwilnya, mendalami, dan meneliti dan menerangkan[8] .
didalam lisanul arab,: mengambalikan makna sesuatu[9]. Namun takwil secara
istilah yang masyhur dikalangan ulama adalah: sinonim dari tafsir, dengan dalil
ayat Allah dalam surat ali imran ayat yang ke tujuh [10]
Menurut istilah,berberda pendapat
ulama dalam mendefenisikannya diantaranya :
Menurut mutaqaddiminn bahwa takwil
itu sama defenisinya dengan tafsir.
Menurut sebagian ulama bahwa takwil
itu lebih khusus dari pada tafsir
Takwil menjelasan lafaz alqur’an
dengan jalan dirayah sedangkan tafsir menjelaskan lafaz alqur’an dengan jalan
riwayat[11]
Dengan itu dapat kita simpulkan
bahwa takwil tidak jauh berbeda dengan tafsir namun ada sedikit perbedan dalam
meneliti ayat alqur’an. InsyaAllah akan dijelaskan secara terperinci terhadap
perbedaan antara keduanya.
Perbedaan antara tafsir dengan
takwil
Tentang perbedaan tafsir dan takwil
ini banyak pendapat ulama yang perpendat tentang ini, dan dari pendapat ulama
itu tidak sama dan bahkan ada yang jauh perbedaan satu sama lain, maka dari itu
bisa kita simpulkan sebagai berikut:
Tafsir lebih banyak digunakan pada
lafaz dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak digunakan pada jumlah dan
makna-makna.[12]
Tafsir apa yang bersangkut paut
dengan riwayah sedangkan takwil apa-apa yang bersangkut paut dengan dirayah
Tafsir menjelaskan secara detail
sedangkan takwil hanya menjelaskan secara global tentang apa yang dimaksud
dengan ayat itu.
Takwil dianya menjabarkar
kalimat-kalimat dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir menjelaskan dengan
sunnah dan menyampaikan pendapat para sahabat dan para ulama dalam penfsiran
itu
Tafsir menjelaskan lafaz yang zahir,
adakalanya secara hakiki dan adalakanya secara majazi sedangakan takwil
menjelaskan lafaz secara batin atau yang tersembunyi yang diambil dari khabar
orang-orang yang sholeh. [13]
Defenisi Alqur’an
Alqur’an menurut bahasa berasal dari
masdar dari fiil qa ra a yang artinya membaca, sesuai dengan firman allah surat
alqiyamah ayat 17,18.[14]. dan juga masdar dengan makna bacaan[15].
Alqur’an menurut istilah, ada beberapa
pendapat ulama, diantaranya. Alqur’anul karim adalah kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW beribadah membacanya yang sampai kepada
kita dengan mutawatir yang diliputi dengan surat darinya.[16].
Menurut ahli ushul dan ahli fikih.
Alqur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai
mu’jizat lafaznya, dan beribadah membacanya yang disampaikan dengan mutawatir,
tertulis di mushaf dari awal surat alfatihah sampai akhir surat annas. [17]
Dari defenisi diatas dapat
disimpulkan bahwa alqur’an adalah benar-benar perkataan Allah SWT yang telah
diwahyukan kepada nabi kita yang mulia yaitu nabi Muhammad SAW, sebagai
mu’jizat dari Allah SWT. dan siapa saja membacanya dengan ikhlas pasti akan
deberi ganjaran dan pahala dari Allah SWT.
Dengan itu menurut Dr. M. Quraish
Shihab, M.A.Al-Quran yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna “merupakan
suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak
manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi
Al-Quran Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.[18]
C. Munculnya Tafsir dan ilmunya
Sebenarnya tafsir sudah muncul
semenjak dari mulainya turun Alqur’an, sebab mana ayat yang ridak dipahami oleh
parasahat, itu langsung ditanyakan pada nabi SAW, seperti, ketika turun surat
Al-an’am ayat 82.
Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.
QS. al-An’am (6) : 82
sahabat lansung bertanya kepada
rasul Saw. Ya rasulallah siapakah diantara kita yang tidak menzalimi dirinya?
Rasul langsung menjawab dengan ayat Allah juga dalam surat luqman ayat 13,
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
QS. Luqman (31) : 13
yang dimakasud dengan zalim itu
adalah syirik.[19]
Tafsir merupaka jalan penjelas bagi
kita untuk memahami Alqu’an. Namun yang menjadi pertanyaan bagi kita mulai
kapankah muncul para ahli tafsir, insyallah akan dijelas dengan terang.
1 Dari kalangan shababat. Imam
Assayut telah menuliskan dalam itqaannya, para ahli tafsir yang masyhur
dikalangan sahabat adalah khulafah arrasyidiin, dan Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Abbas
, Ubai bin Ka’ab,Zaid bin Sabit, Abu musa al asy’ari, Abdullah bin zubair.
Adapun dari khulafah urrasyidiin yang terbanyak meriwayatkan ialah ali bin abi
talib, akan tetapi Abu bakar dan Umar dan Usman bin affan sedikit sekali
meriwayatkan disebabkan cepatnya wafat semoga Allah meredhoi mereka.[20]
Ketika ibnu umar ditanya oleh
seorang laki-laki tentang tafsir surat Al-ambiyak ayat 30. ketika itu Ibnu umar
langsung menyuruh laki-laki itu menemui Ibnu Abbas untuk menjelaskan apa yang
dimaksud ayat tersebut. Ini salah bukti bahwa tafsir sangat dibutuhkan
dikalangan umat islam.
Menurut imam Azzarkasyi, Ibnu Abbas
merupakan yang ahli tentang tafsir dan takwiil maka dari itu dia dinamakan
dengan bahrul ulum. Dan Ibnu Masu’ud tentang tarjuman[21]
2.Dari kalangan tabi’in, yang
masyhur di Makah murid dari Ibnu Abbas : Si’id bin jubair,Mujahid, Ikrimah,
Maula ibnu Abbas, Thaus bin kisan Alyamaniy, Athaak bin abi rabah. Dan yang
masyhur di Madinah murid dari Ubay bin Ka’ab: Zaid bin Aslam Abul ‘aliyah,
Muhammad bin Ka’ab alqurzy. Dan yang masyhur di iraq murid dari Abdullah bin
mas’ud: ‘Alqamah bin Qais,Masruq,Alaswad bin yazid,’Aamir Asyi’bi, Hasan albasri,Qitadah
bin da’amah assudusy.[22]
Berkata Ibnu Taimiyah: manusia yang
paling tahu tentang tafsir penduduk makkah karena mereka berguru kepada ibnu
Abbas, seperti Mujahid, Attak. Sebagaimana detulis diatas. Dan seperti itu juga
penduduk kufah dari murid Abadullah bin Mas’ud dan dari demikian di istewaakan
atas selain mereka. Dan ulama penduduk madinah yang ahli tentang tafsir,
seperti Zaid bin Aslam yang mengambil darinya maalik tafsir, dan mengambil juga
anaknya Abdurrahman dan Abdullah bin wahab[23]
Para sahabat dan tabiin sangat
tinggi keinginnan untuk mengethui tentang tafsir maka banyak dikalangan mereka
yang tahu tentang tafsir alqur’an sebagaimana yang telah ditulis sebahagian
mereka diatas.
Setelah itu dilanjutkan oleh para
mufassir yang kita kenal sekarang namun tafsir yang ditulis para ulama baik
yang telah wafat ataupun yang masih hidup sekarang, akan dipengaruhi
penafsirannya oleh akidah dan mazhab yang dimiliki oleh ulama itu. Seperti
Tafsir Jami’ Ahkam oleh Qurtubi yang berbentuk permasalahan fikih atau fahaman
yang dimasukkan dalam penafsiran Al-Quran.
Dan ada juga ahli tafsir yang menafsirkan
Alqur’an dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti falsafah dan mantik,
riayadah,menurut perspektif akal dan logika seperti tafsir Fakhrul Din Ar-Razi
yang berbentuk falsafah, tafsir Al-Alusi “ Ruh Al-Ma’ani Fi Tafsir Quranil Azim
Wa’ Sab’ul Masani” , Tafsir Al-Baidhawi “ Anwar At-Tanzil Wa’ Asrar Ta’wil” dan
Tafsir Jalalain.
Terdapat juga tafsir–tafsir lain
seperti Tafsir ibn Katsir “ Tafsir Al-Quran Azim”, Tafsir Al-Baghawi “ Ma’alim
At-Tanzil” serta tafsir Syaukani “ Fathul Qadir” yang menafsikan Alqur’an
berdasarkan riwayat para sahabat, tabien, dan tabi’ tabien.
D. Pembagian tafsir
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra
bahawa “ Tafsir itu terbahagi kepada 4 bagian, yaitu perkara yang dapat
diketahui oleh orang arab akan maknanya, tafsir dan perkara yang tidak ada
keuzuran bagi sesiapa pun untuk mengetahuinya lantaran terlalu jelas dan tafsir
yang hanya diketahui oleh para ulama’ serta tafsir dan perkara yang hanya
diketahui oleh Allah swt.” [24]
Kebanyakan ulama membagi tafsir
kepada tiga. Sebagaimana dikatakan oleh Azzarqani dalam kitabnya.
1. Tafsir
bil makstur adalah tafsir dengan riwayat
2. Tafsir
bil rakyi adalah tafsir dengan dirayah dan pendapat
3. Tafsir
Isyari adalah tafsir dengan isyarat[25]
Akan tetapi ada tiga bagian tafsir
yang termasyhur di kalangan banyak orang yaitu.
1.
Tafsir
tahlili adalah menafsirkan ayat kalimat demi kalimat dan dilengkapi dengan
i’rab.
2.
Tafsir
maudhu’i adalah menafsirkan ayat sesuai dengan maudu’ yang ada dalam Alqur’an
seperti sabar, jihad dll.
3.
Tafsir
ayatul ahkam adalah mennafsirkan ayat yang disana ada hukum fiqih seperti
tetnang ayat talak.[26]
E. SYARAT DAN ADAB PENAFSIR
AL-QUR’AN
Untuk bisa menafsirkan al-Qur’an,
seseorang harus memenuhi beberapa kreteria diantaranya:
1)- Beraqidah shahihah, karena
aqidah sangat pengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an.
2)- Tidak dengan hawa nafsu semata,
Karena dengan hawa nafsu seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa
melilhat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan suatu ayat hanya untuk
memenangkan pendapat atau madzhabnya.
3)- Mengikuti urut-urutan dalam
menafsirkan al-Qur’an seperti penafsiran dengan al-Qur’an, kemudian as-sunnah,
perkataan para sahabat dan perkataan para tabi’in.
4)- Faham bahasa arab dan
perangkat-perangkatnya, karena al-Qur’an turun dengan bahasa arab. Mujahid
berkata; “Tidak boleh seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
berbicara tentang Kitabullah (al-Qur’an) jikalau tidak menguasai bahasa arab“.
5)- memiliki pemahaman yang mendalam
agar bisa mentaujih (mengarahkan) suatu makna atau mengistimbat suatu hukum
sesuai dengan nusus syari’ah,
6)- Faham dengan pokok-pokok ilmu
yang ada hubungannya dengan al-Qur’an seperti ilmu nahwu (grammer), al-Isytiqoq
(pecahan atau perubahan dari suatu kata ke kata yang lainnya), al-ma’ani,
al-bayan, al-badi’, ilmu qiroat (macam-macam bacaan dalam al-Qur’an), aqidah
shaihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, mengetahui nasikh
wal mansukh, fiqh, hadits, dan lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.
Adapun adab yang harus dimiliki
seorang mufassir adalah, diantaranya :
1. Niatnya harus bagus, hanya untuk
mencari keridloan Allah semata. Karena seluruh amalan tergantung dari niatannya
(lihat hadist Umar bin Khottob tentang niat yang diriwayatkan oleh bukhori dan
muslim diawal kitabnya dan dinukil oleh Imam Nawawy dalam buku Arba’in nya).
2. Berakhlak mulia, agar ilmunya
bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain
3. Mengamalkan ilmunya, karena
dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan penerimaan yang
lebih baik.
4. Hati-hati dalam menukil sesuatu,
tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu
kebenarannya.
5. Berani dalam menyuarakan
kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.
6. Tenang dan tidak tergesa-gesa
terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Dengan
menggunakan metode yang sistematis dalam menafsirkan suatu ayat. Memulai dari
asbabunnuzul, makna kalimat, menerangkan susunan kata dengan melihat dari sudut
balagho, kemudian menerangkan maksud ayat secara global dan diakhiri dengan
mengistimbat hukum atau faedah yang ada pada ayat tersebut.[27]
F. Penutup.
Inilah, yang bisa penulis kemukakan
pada tulisan yang sangat sederhana ini. Penulis yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini akan tetapi alangkah bagusnya kita saling mencari yang lebih
baik dan belajar dari kesalahan.
Harapan penulis kepada yang membaca
makalah ini, semoga pembaca meniatkan semua kegiatannya ikhlas karena Allah SWT
supaya mendapat pahala dalam mencari ilmu agama ini. Penulis mohon do’a kepada
pembaca semua, semoga selalu bertambah ilmu setiap harinya dan lancar dalam segala
urusan serta dapat apa yang dicita-citakan. Amien!!
Akhirnya, dangan segala kekurangan
dan kesalahan penulis mintak maaf. Semua yang benar itu datang dari Allah dan
yang salah itu datang dari syetan.
“Dan siapa yang berpaling ingkar
dari ingatan dan petunjuk-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit
(resah gelisah dan tidak tenteram jiwanya) dan Kami akan himpunkan dia pada
hari kiamat dalam keadaan buta (meraba-raba dalam kesesatan seperti keadaannya
di dunia).” (Surah Thaha, ayat 124)
[1] Muhammad Arkoun, Al Quran Min al
Tafsir Al Maurust Ila Tahlil Al Khithob Al Dini Terjemah Hasyim Sholih, Cet Dar
Al Tholiah Beirut, Tanpa tahun penerbit. Hal:14
[2] Kamus almuhit jilid 2 halaman
114
[3] Lisanun arab jilid5 halaman 55
[4] Burhan fi ulumul qur’an jilid 1
hal 13
[5] Al-itqaan fi ulumulqur’an jilid
2 hal 173
[6] Manahilul ‘irfan fiulumulqur’an
2 hal 5
[7] Tafsir wal mufassiruun jilid 1
hal 19
[8] Kamus almuhit jilid 3 hal 341
[9] Lisanaul arab jilid 11 hal 32
[10] Al-aqdu stamiin fi manahij mufassiriin
hal 5
[11] Manahilul ‘irfan fiulumulqur’an
2 hal 6,7 dan Al-itqaan fi ulumulqur’an jilid 2 hal 173
[12] Manna’ul qattan mabahisul
ulumul qur’an hal 327
[13] Tafsir wal mufassiruun jilid 1
hal 23
[14] Attibyan fi ulumul qur’an hal
42
[15] Hidayaturrahman fi ulumul
qur’an hal 12
[16] Attibyan fi ulumul qur’an hal
43
[17] Manna’ul qattan mabahisul
ulumul qur’an hal 21
[18] Studi Kritis Pemahaman Islam,
(www.webtwin.com)
[19] Manna’ul qattan mabahisul
ulumul qur’an hal 9
[20] Al-itqaan fi ulumulqur’an jilid
2 hal 187
[21] Burhan fi ulumul qur’an jilid 1
hal 9
[22] Manna’ul qattan mabahisul
ulumul qur’an hal 11.
[23] Muqaddimah usuluttafsir oleh
ibnu taimiyah syarah syekh husaimin hal 45,46.
[24] Burhan fi ulumul qur’an jilid 2
hal 45, Al-‘aqdu astamin fi manahijil mufassirin hal.45
[25] Manahilul ‘irfan fiulumulqur’an
jilid 1 hal 479.
[26] Ma’a huda Alqur’an, hal 3.
[27] Manna’ul qattan mabahisul
ulumul qur’an hal 329.dan Al-‘aqdu astamin fi manahijil mufassirin hal.145
Tafsir Surah Fatihah
بِسۡمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٣ مَٰلِكِ يَوۡمِ
ٱلدِّينِ ٤ إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسۡتَعِينُ ٥ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ
ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ
أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧
1. (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang)
2. (Segala puji bagi Allah) Lafal ayat ini
merupakan kalimat berita, dimaksud sebagai ungkapan pujian kepada Allah berikut
pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu bahwa Allah Taala adalah yang
memiliki semua pujian yang diungkapkan oleh semua hamba-Nya. Atau makna yang
dimaksud ialah bahwa Allah Taala itu adalah Zat yang harus mereka puji. Lafal
Allah merupakan nama bagi Zat yang berhak untuk disembah. (Tuhan semesta alam)
artinya Allah adalah yang memiliki pujian semua makhluk-Nya, yaitu terdiri dari
manusia, jin, malaikat, hewan-hewan melata dan lain-lainnya. Masing-masing
mereka disebut alam. Oleh karenanya ada alam manusia, alam jin dan lain
sebagainya. Lafal 'al-`aalamiin' merupakan bentuk jamak dari lafal '`aalam',
yaitu dengan memakai huruf ya dan huruf nun untuk menekankan makhluk
berakal/berilmu atas yang lainnya. Kata 'aalam berasal dari kata `alaamah
(tanda) mengingat ia adalah tanda bagi adanya yang menciptakannya.
3. (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) yaitu
yang mempunyai rahmat. Rahmat ialah menghendaki kebaikan bagi orang yang
menerimanya.
4. (Yang menguasai hari pembalasan) di hari kiamat
kelak. Lafal 'yaumuddiin' disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada
seorang pun yang mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai
dengan firman Allah Taala yang menyatakan, "Kepunyaan siapakah kerajaan
pada hari ini (hari kiamat)? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan." (Q.S. Al-Mukmin 16) Bagi orang yang membacanya 'maaliki'
maknanya menjadi "Dia Yang memiliki semua perkara di hari kiamat".
Atau Dia adalah Zat yang memiliki sifat ini secara kekal, perihalnya sama
dengan sifat-sifat-Nya yang lain, yaitu seperti 'ghaafiruz dzanbi' (Yang
mengampuni dosa-dosa). Dengan demikian maka lafal 'maaliki yaumiddiin' ini sah
menjadi sifat bagi Allah, karena sudah ma`rifah (dikenal).
5. (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami memohon pertolongan) Artinya kami beribadah hanya
kepada-Mu, seperti mengesakan dan lain-lainnya, dan kami memohon pertolongan
hanya kepada-Mu dalam menghadapi semua hamba-Mu dan lain-lainnya.
6. (Tunjukilah kami ke jalan yang lurus) Artinya
bimbinglah kami ke jalan yang lurus, kemudian dijelaskan pada ayat berikutnya,
yaitu:
7. (Jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka), yaitu melalui petunjuk dan hidayah-Mu.
Kemudian diperjelas lagi maknanya oleh ayat berikut: (Bukan (jalan) mereka yang
dimurkai) Yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi. (Dan bukan pula) dan selain
(mereka yang sesat.) Yang dimaksud adalah orang-orang Kristen. Faedah adanya
penjelasan tersebut tadi mempunyai pengertian bahwa orang-orang yang mendapat
hidayah itu bukanlah orang-orang Yahudi dan bukan pula orang-orang Kristen.
Hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan segala
sesuatu. Semoga selawat dan salam-Nya dicurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabatnya, selawat dan salam yang
banyak untuk selamanya. Cukuplah bagi kita Allah sebagai penolong dan Dialah
sebaik-baik penolong. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan hanya berkat
pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Tafsir Surah al-Baqarah ayat
255
ٱللَّهُ
لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ وَلَا
نَوۡمٞۚ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي
يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا
خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيۡءٖ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ
وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا ئَُودُهُۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ ٢٥٥
255. (Allah, tak ada Tuhan), artinya tak ada
ma`bud atau sembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, (melainkan Dia Yang
Maha Hidup), artinya Kekal lagi Abadi (dan senantiasa mengatur), maksudnya
terus-menerus mengatur makhluk-Nya (tidak mengantuk) atau terlena, (dan tidak
pula tidur. Milik-Nyalah segala yang terdapat di langit dan di bumi) sebagai
kepunyaan, ciptaan dan hamba-Nya. (Siapakah yang dapat), maksudnya tidak ada
yang dapat (memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan izin-Nya) dalam hal itu
terhadapnya. (Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka), maksudnya di hadapan
makhluk (dan apa yang di belakang mereka), artinya urusan dunia atau soal
akhirat, (sedangkan mereka tidak mengetahui suatu pun dari ilmu-Nya), artinya
manusia tidak tahu sedikit pun dari apa yang diketahui oleh Allah itu,
(melainkan sekadar yang dikehendaki-Nya) untuk mereka ketahui melalui
pemberitaan dari para Rasul. (Kursinya meliputi langit dan bumi) ada yang
mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, ada pula yang mengatakan
kekuasaan-Nya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi,
karena kebesaran-Nya, berdasarkan sebuah hadis, "Tidaklah langit yang
tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan
ke dalam sebuah pasukan besar (Dan tidaklah berat bagi-Nya memelihara keduanya),
artinya memelihara langit dan bumi itu (dan Dia Maha Tinggi) sehingga menguasai
semua makhluk-Nya, (lagi Maha Besar).
Tafsir Surah Al-Baqarah ayat
264:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ
كَٱلَّذِي يُنفِقُ مَالَهُۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ
وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٞ
فَأَصَابَهُۥ وَابِلٞ فَتَرَكَهُۥ صَلۡدٗاۖ لَّا يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَيۡءٖ
مِّمَّا كَسَبُواْۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٦٤
264. (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
batalkan sedekah-sedekahmu), maksudnya pahala-pahalanya (dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan) si penerima hingga menjadi hapus
(seperti orang), maksudnya seperti batalnya nafkah orang yang (menafkahkan
hartanya karena ria kepada manusia) maksudnya ingin mendapatkan pujian manusia
(dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari yang akhir) yakni orang munafik
(Maka perumpamaannya adalah seperti sebuah batu licin yang bertanah di atasnya,
lalu ditimpa oleh hujan lebat) (hingga menjadi licin tandas) tanpa tanah dan
apa-apa lagi di atasnya. (Mereka tidak menguasai). Kalimat ini untuk menyatakan
tamsil keadaan orang munafik yang menafkahkan hartanya dengan tujuan beroleh
pujian manusia. Dhamir atau kata ganti manusia di sini menunjukkan jamak,
mengingat makna 'alladzii' juga mencakupnya (suatu pun dari hasil usaha mereka)
yang telah mereka kerjakan, maksudnya pahalanya di akhirat, tak ubahnya bagai
batu licin yang ditimpa hujan hingga tanahnya habis dihanyutkan air. (Dan Allah
tidak menunjukkan orang-orang yang kafir).
Tafsir Surah al-Hajj Ayat
77-78:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱرۡكَعُواْ وَٱسۡجُدُواْۤ وَٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمۡ
وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ۩
٧٧ وَجَٰهِدُواْ فِي ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦۚ هُوَ ٱجۡتَبَىٰكُمۡ وَمَا
جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٖۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٰهِيمَۚ
هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ مِن قَبۡلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ
شَهِيدًا عَلَيۡكُمۡ وَتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِۚ فَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَىٰكُمۡۖ
فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ
٧٨
77. (Hai orang-orang yang beriman! Rukuk dan
sujudlah kalian) salatlah kalian (dan sembahlah Rabb kalian) tauhidkanlah Dia
(dan perbuatlah kebaikan) seperti menghubungkan silaturahim dan melakukan
akhlak-akhlak yang mulia (supaya kalian mendapat keberuntungan) kalian
beruntung karena dapat hidup abadi di surga.
78. (Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah)
demi menegakkan agama-Nya (dengan jihad yang sebenar-benarnya) dengan
mengerahkan segala kemampuan kalian di dalamnya. Lafal Haqqa dinashabkan
disebabkan menjadi Mashdar. (Dia telah memilih kalian) untuk membela agama-Nya
(dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu
kesempitan) artinya hal-hal yang membuat kalian sulit untuk melakukannya, untuk
itu Dia memberikan kemudahan kepada kalian dalam keadaan darurat, antara lain
boleh mengkasar salat, bertayamum, memakan bangkai, dan berbuka puasa bagi
orang yang sedang sakit dan bagi yang sedang melakukan perjalanan (sebagaimana
agama orang tua kalian) kedudukan lafal Millata dinashabkan dengan cara
mencabut huruf Jarrnya, yaitu huruf Kaf (Ibrahim) lafal ini menjadi athaf
Bayan. (Dia) yakni Allah (telah menamai kalian orang-orang Muslim dari dahulu)
sebelum diturunkannya Alquran (dan begitu pula dalam Kitab ini) yakni Alquran
(supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian) kelak di hari kiamat,
bahwasanya dia telah menyampaikan kepada kalian (dan kalian) semuanya (menjadi
saksi atas segenap manusia) bahwasanya Rasul-rasul mereka telah menyampaikan
risalah-Nya kepada mereka (maka dirikanlah salat) maksudnya laksanakanlah salat
secara terus-menerus (tunaikanlah zakat dan berpeganglah kalian kepada Allah)
percayalah kalian kepada-Nya (Dia adalah pelindung kalian) yang menolong kalian
dan yang mengurus perkara-perkara kalian (maka sebaik-baik pelindung) adalah
Dia (dan sebaik-baik penolong) kalian adalah Dia.
Tafsir Surah al-Alaq:
ٱقۡرَأۡ
بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ
ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ
وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ
بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا
لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥ كَلَّآ إِنَّ
ٱلۡإِنسَٰنَ لَيَطۡغَىٰٓ ٦ أَن رَّءَاهُ
ٱسۡتَغۡنَىٰٓ ٧ إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ
ٱلرُّجۡعَىٰٓ ٨ أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي
يَنۡهَىٰ ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ١٠ أَرَءَيۡتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلۡهُدَىٰٓ ١١ أَوۡ أَمَرَ بِٱلتَّقۡوَىٰٓ ١٢ أَرَءَيۡتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ ١٣ أَلَمۡ يَعۡلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ ١٤ كَلَّا لَئِن لَّمۡ يَنتَهِ لَنَسۡفَعَۢا
بِٱلنَّاصِيَةِ ١٥ نَاصِيَةٖ كَٰذِبَةٍ
خَاطِئَةٖ ١٦ فَلۡيَدۡعُ نَادِيَهُۥ ١٧ سَنَدۡعُ ٱلزَّبَانِيَةَ ١٨ كَلَّا لَا تُطِعۡهُ وَٱسۡجُدۡۤ
وَٱقۡتَرِب۩ ١٩
1. (Bacalah) maksudnya mulailah membaca dan
memulainya (dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan) semua makhluk.
2. (Dia telah menciptakan manusia) atau jenis
manusia (dari 'alaq) lafal 'Alaq bentuk jamak dari lafal 'Alaqah, artinya
segumpal darah yang kental.
3. (Bacalah) lafal ayat ini mengukuhkan makna
lafal pertama yang sama (dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya tiada
seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal
dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra'.
4. (Yang mengajar) manusia menulis (dengan
qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi
Idris a.s.
5. (Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis
manusia (apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya
hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal lainnya.
6. (Ketahuilah) artinya memang benar
(sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas)
7. (karena dia melihat dirinya) sendiri (serba
cukup) dengan harta benda yang dimilikinya; ayat ini diturunkan berkenaan
dengan sikap Abu Jahal. Dan lafal Ra-aa tidak membutuhkan Maf'ul kedua; dan
lafal An Ra-aahu berkedudukan sebagai Maf'ul Lah.
8. (Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah) hai
Manusia (tempat kembali) yakni kembali kalian nanti, karena itu Dia kelak akan
memberi balasan kepada orang yang melampaui batas sesuai dengan dosa-dosa yang
telah dilakukannya. Di dalam ungkapan ini terkandung ancaman dan peringatan
buat orang yang berlaku melampaui batas.
9. (Bagaimana pendapatmu) lafal Ara-ayta dan dua
lafal lainnya yang sama nanti mengandung makna Ta'ajjub (tentang orang yang
melarang) yang dimaksud adalah Abu Jahal.
10. (Seorang hamba) yang dimaksud adalah Nabi
Muhammad saw. (ketika dia mengerjakan salat.)
11. (Bagaimana pendapatmu jika orang yang
dilarang itu) (berada di atas kebenaran)
12. (Atau) huruf Au di sini menunjukkan makna
Taqsim (dia menyuruh bertakwa.)
13. (Bagaimana pendapatmu jika orang yang
melarang itu mendustakannya) yakni mendustakan Nabi saw. (dan berpaling) dari
iman?
14. (Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah melihat) apa yang dilakukannya itu; artinya Dia mengetahuinya, karena itu
Dia kelak akan memberi balasan kepadanya dengan balasan yang setimpal. Maka
sudah sepatutnya kamu hai orang yang diajak berbicara untuk merasa heran
terhadap orang yang melarang itu, karena ia melarang Nabi melakukan salat,
padahal orang yang dilarangnya itu berada dalam jalan hidayah dan memerintahkan
untuk bertakwa. Yang amat mengherankan lagi ialah bahwa yang melarangnya itu
mendustakannya dan berpaling dari iman.
15. (Sekali-kali tidaklah demikian) kalimat ini
mengandung makna hardikan dan cegahan baginya (sungguh jika) huruf Lam di sini
menunjukkan makna qasam atau sumpah (dia tidak berhenti) dari kekafiran yang
dilakukannya itu (niscaya Kami akan tarik ubun-ubunnya) atau Kami akan seret
dia masuk neraka dengan cara ditarik ubun-ubunnya.
16. (Yaitu ubun-ubun) lafal Naashiyatan adalah
isim Nakirah yang berkedudukan menjadi Badal dari isim Ma'rifat yaitu lafal
An-Naashiyah pada ayat sebelumnya (orang yang mendustakan lagi durhaka) makna
yang dimaksud adalah pelakunya; dia disifati demikian secara Majaz.
17. (Maka biarlah dia memanggil golongannya)
yakni teman-teman senadinya; Nadi adalah sebuah majelis tempat mereka
memusyawarahkan sesuatu perkara. Sesungguhnya orang yang melarang itu
mengatakan kepada Nabi saw. sewaktu dia mencegahnya dari melakukan salat,
"Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa tiada seseorang pun di Mekah ini
yang lebih banyak teman senadinya daripada aku. Sesungguhnya jika kamu mau
meninggalkan salat, aku benar-benar akan memberikan kepadamu, kuda-kuda yang
tak berpelana dan laki-laki pelayan sepenuh lembah ini."
18. (Kelak Kami akan memanggil malaikat
Zabaniyah) mereka adalah malaikat-malaikat yang terkenal sangat bengis lagi
kejam, untuk membinasakannya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam salah
satu hadis, yaitu, "Seandainya dia benar-benar memanggil golongan
senadinya, niscaya dia akan diazab oleh malaikat Zabaniyah secara
terang-terangan."
19. (Sekali-kali tidaklah demikian) kalimat ini
mengandung hardikan dan cegahan baginya (janganlah kamu patuhi dia) hai
Muhammad untuk meninggalkan salat (dan sujudlah) maksudnya salatlah demi karena
Allah (dan mendekatlah) kepada-Nya dengan melalui amal ketaatan.
Tafsir Surah al-Maun:
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١ فَذَٰلِكَ
ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ ٢ وَلَا
يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ٣
فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ
هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥
ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦
وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧
1. (Tahukah kamu orang yang mendustakan hari
pembalasan?) atau adanya hari hisab dan hari pembalasan amal perbuatan.
Maksudnya apakah kamu mengetahui orang itu? Jika kamu belum mengetahui:
2. (Maka dia itulah) sesudah huruf Fa ditetapkan
adanya lafal Huwa, artinya maka dia itulah (orang yang menghardik anak yatim)
yakni menolaknya dengan keras dan tidak mau memberikan hak yang seharusnya ia
terima.
3. (Dan tidak menganjurkan) dirinya atau orang
lain (memberi makan orang miskin) ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang
yang bersikap demikian, yaitu Al-'Ash bin Wail atau Walid bin Mughirah.
4. (Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
salat.)
5. (Yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya)
artinya mengakhirkan salat dari waktunya.
6. (orang-orang yang berbuat ria) di dalam
salatnya atau dalam hal-hal lainnya.
7. (Dan enggan menolong dengan barang yang
berguna) artinya tidak mau meminjamkan barang-barang miliknya yang diperlukan
orang lain; apalagi memberikannya, seperti jarum, kapak, kuali, mangkok dan
sebagainya.
Tafsir Surah Al-Kafirun:
قُلۡ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١ لَآ
أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢ وَلَآ
أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣
وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤
وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ
٥ لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦
1. (Katakanlah, "Hai orang-orang kafir!)
2. (Aku tidak akan menyembah) maksudnya sekarang
aku tidak akan menyembah (apa yang kalian sembah) yakni berhala-berhala yang
kalian sembah itu.
3. (Dan kalian bukan penyembah) dalam waktu
sekarang (Tuhan yang aku sembah) yaitu Allah swt. semata.
4. (Dan aku tidak mau menyembah) di masa
mendatang (apa yang kalian sembah.)
5. (Dan kalian tidak mau pula menyembah) di masa
mendatang (Tuhan yang aku sembah) Allah swt. telah mengetahui melalui ilmu-Nya,
bahwasanya mereka di masa mendatang pun tidak akan mau beriman. Disebutkannya
lafal Maa dengan maksud Allah adalah hanya meninjau dari segi Muqabalahnya.
Dengan kata lain, bahwa Maa yang pertama tidaklah sama dengan Maa yang kedua.
6. (Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama
kemusyrikan (dan untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini
diturunkan sebelum Nabi saw. diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya Idhafah
yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik
dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya
dalam kedua kondisi tersebut.
No comments:
Post a Comment